Kamis, 18 Februari 2010

PENDIDIKAN BERBASIS BUDAYA

Oleh : Achmad Prafitdhin (21/02/09)

Kepribadian suatu bangsa dapat dilihat dari bagaimana kebudayaan bangsa tersebut. Bila kebudayaan yang ada tinggi dan beradab, maka bangsa itu akan memiliki suatu kepribadian luhur dan berderajat tinggi. Demikian halnya bangsa Indonesia yang berkepribadian luhur. Kebudayaan bangsa ini harus selalu bercermin pada Pancasila. Pancasila telah mengantongi semua kepentingan masyarakat, suku, agama, ras, dan adat istiadat.
Dengan minimnya pendidikan kebudayaan di sekolah, dikhawatirkan akan semakin menenggelamkan jati diri dan kepribadian bangsa Indonesia. Banyak universitas saat ini mulai kekurangan mahasiswa dengan basic jurusan budaya Semakin minimnya keinginan dan minat untuk terus memajukan dan melestarikan kebudayaan daerah akan semakin mengkhawatirkan. Terlebih disaat televisi mempertontonkan budaya lain yang berasal dari luar – barat.
Valentine yang sangat membahana memecah kesunyian hati, diagung-agungkan sepanjang tahun. Dirayakan segenap jiwa raga. Tetapi apakah demikian meriahnya saat pertunjukan ketoprak diadakan. Memang waktu dan keadaan yang membedakan, namun banyak hal yang membuat ketoprak semakin lama dilupakan.
Banyak orang Indonesia tidak percaya diri - guru, dosen dan mahasiswa, setiap perkataan dan referensi berasal dari Amerika dan Eropa dengan dalih negara tersebut lebih beradab dan lebih maju dari kita. Sebenarnya peradaban kita tidaklah kalah dengan mereka, buktinya Hillary Clinton memuji Indonesia karena sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia bisa menerapkan demokrasi dengan sangat baik – budaya demokrasi.
Jika dibandingkan dengan Amerika yang telah memulai di abad 18 silam, kita tidaklah kalah. Memang tidaklah munafik jika Amerika lebih maju dari segi ilmu pengetahuan dari kita. Namun untuk urusan kemasyarakatan kita tidaklah kalah dengan mereka. Buktinya kaum wanita deberi tempat untuk menjadi pemimpin. Persamaan gender dihormati.
Sebagai bangsa yang besar harus bangga akan kebudayaan dan jati diri bangsa sendiri. Kalaupun merujuk pada bangsa lain harus dengan penyaringan yang baik dan bijaksana. Karena hal itu akan menyangkut kelangsungan generasi muda terhadap budaya nenek moyangnya. Apakah kelak generasi penerus bangsa hanya akan diberi suatu pengetahuan jika budaya yang dipakai atau dipertunjukkan oleh bangsa “itu” dulunya milik bangsa Indonesia. Karena tidak ada yang melanjutkan biarlah bangsa “itu” yang memakai, toh kita masih memiliki yang lain.
Penulis sangat kecewa saat batik, angklung, dan reog diakui oleh negara lain. Tetapi penulis pun tidak bisa apa-apa, sedangkan pemerintah juga kebingungan. Bagaimana menyampaikan dan kepada siapa? Sudah saatnya pemerintah lebih memperhatikan budaya bangsa ini dengan lebih intensif.
Bali dengan budaya yang kental mampu menghidupi masyarakat. Banyak orang datang ke Bali untuk melihat pemandangan alam dan menyaksikan pertunjukan kesenian yang ada di sana. Bali memiliki karakter budaya Indonesia. Sebenarnya banyak tempat-tempat lain yang berkarakter tetapi belum digali dan digarap secara maksimal, mulai dari Sabang sampai Merauke.
Demikian banyaknya sarjana-sarjana asing datang ke Indonesia untuk belajar kebudayaan bangsa ini. Karena dianggap memiliki kebudayaan yang unik dan beraneka ragam. Setiap daerah di Indonesia memiliki budaya masyarakat sendiri. Antar kecamatan dalam satu kabupaten pun akan memiliki budaya sendiri dalam berbagai hal. Mulai dari kebiasaan sehari-hari sampai masalah akhir dari suatu kehidupan - kematian. Karena manusia akan meninggalkan budayanya pada masyarakat. Sedangkan manusia Indonesia sangat banyak dan beraneka ragam.
Memang sulit mempertahankan kebudayaan di tengah ekonomi global dan informasi global seperti sekarang ini. Orang lebih mementingkan urusan ekonomi dari pada kepentingan budaya. Sebenarnya kita bisa hidup dengan hanya mengandalkan budaya, bertani bercocok tanam, beternak, membuat kerajinan, menari seperti nenek moyang kita dahulu. Itu semua telah dibuktikan mesyarakat Bali dan Lombok yang bisa hidup dari budaya dan alam. Jika bangsa ini mau, Indonesia akan tetap bisa menjadi macan penggerak perekonomian global dunia dengan hanya menjual kebudayaan. Bangsa ini membuat kain – ulos, batik, dan tenun lain - yang menjadi ciri khas dan menjadi suatu budaya di masyarakat lalu menjualnya ke luar negeri. Dengan kekayaan budaya yang demikian banyaknya tidak akan mengurangi keluhuran bangsa pada mata dunia, tetapi justru menambah tinggi derajat kita di mata dunia.
Budaya Islam yang berakulturasi secara baik di Indonesia belum tentu ada pada negara lain di dunia. Dengan gaya arsitektur khas perpaduan budaya setempat dengan budaya arab menjadikan masjid-masjid di tanah Jawa berbentuk limas lancip dengan jumlah ganjil, tiga atau lima. Ini merupakan budaya kita sendiri, hasil akulturasi para Wali yang dengan bijaksana dan arif membangun budaya demi kelangsungan Islam tersebar dan tersiar di seluruh pelosok tanah air.
Pendidikan budaya sepertinya “harus” lebih intens lagi diajarkan di sekolah-sekolah di seluruh tanah air. Bagaimana kita menyaring suatu budaya asing tetapi kita pun juga tidak ketinggalan trend. Perpaduan budaya setempat dengan budaya asing akan menghasilkan budaya baru bagi masyarakat. Kalau Bang Haji Roma Irama mampu mengakulturasi musik India dengan musik Melayu yang menghasilkan musik Dangdut yang demikian hebatnya di mata dunia. Seperti itulah seharusnya pendidikan budaya yang kelak diharapkan.
Mempelajari budaya sebenarnya menjadikan orang lebih segar dan berpikir lebih bijak. Budaya membentuk suatu golongan masyarakat dengan sistem dan norma, jika dikaji lebih lanjut akan menghasilkan sesuatu yang besar biasa diberi nama masyarakat madani. Masyarakat madani adalah masyarakat yang memiliki budaya yang berkarakter dengan segala kebaikan yang mengiringinya. Budaya madani tidaklah kaku, namun kondisional sesuai dengan keadaan jaman sekarang dengan tidak mengesampingkan filter untuk menyaring budaya baru yang dirasa kurang cocok.
Salah satu yang menjadikan banyak kaburnya suatu budaya karena memang keadaan yang memaksa, baik dari masyarakat yang menjadi pelaku budaya itu sendiri ataupun pihak luar yang sengaja membuat demikian. Seperti halnya wayang. Wayang yang pada jaman Wali Songo dijadikan media dakwah, kini tidak lagi demikian. Banyak dalang yang telah keluar dari pakem (ketentuan) pedalangan sehingga esensi dari suatu wayang menjadi kabur karena telah keluar dari rel. Memang tidak dikatakan budaya apabila tidak ada orang yang melakukan dalam frekuensi yang lama dan terus menerus dengan melibatkan banyak orang menggunakan segala emosi dan spiritualnya.
Budaya orang lain memang bisa cepat merusak budaya sendiri jika pelaku budaya daerah sendirilah yang merusaknya. Karena hanya orang yang berkecimpung disitulah yang mampu “memutarkan.” Budaya bisa berputar dengan sendirinya. Jika orang kalah dengan budaya yang dibentuk oleh orang sebelumnya dengan segala kekurangannya, maka mereka dapat dikatakan telah kalah dengan budaya apabila generasi penerus tidak mampu melawan putaran budaya dengan kekuatan yang lebih besar. Tetapi jika mereka mampu menghentikan budaya nenek moyang secara keseluruhan atau menghancurkan tanpa tersisa, mereka adalah orang yang tidak berbudaya sama sekali.
Budaya ada karena orang, orang membuat dan meninggalkan budayanya masing-masing. Nabi Muhammad sebagai Rosul terakhir membentuk suatu kebudayaan yang sangat tinggi, dengan membuat masyarakat yang sangat baik dengan kepribadian luhur dan jiwa yang besar. Merubah tatanan masyarakat jahiliah menjadi masyarakat baru yang baik dan berakhlak. Namun Rosullullah tidak serta merta meninggalkan semua budaya nenek moyang Beliau yang dianggap baik – haji. Patutlah apabila Nabi Muhammad SAW dijadikan guru teladan dalam hal budaya.
Dari beberapa gambaran yang penulis utarakan di atas, pendidikan berbasic budaya diperlukan untuk membangkitkan kembali kesadaran berbudaya anak negeri. Dengan budaya luhur dan kearifan lokal yang telah dimiliki serta dikembangkan kembali, Indonesia akan menjadi lebih berkarakter. Terutama di kancah peradaban dunia yang saat ini kurang dipandang karena tidak berkarakter. Memang, sekolah salah satunya tempat yang mampu membangkitkan kembali budaya-budaya yang telah tertidur panjang – hibernasi – dari sangat dasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar