Rabu, 25 November 2009

Kembalikan Burung-burungku

Oleh : Achmad Prafitdhin*)

Budaya bangsa Indonesia sebenarnya sangat memercayai keadaan sesuai harmoni alam. Alam banyak memberikan “warna”. Alam juga telah membentuk karakter dan kultur para pelakunya. Namun kini penghargaan terhadap alam semakin minim, budaya pun berubah dari ngleluri (menjaga) alam menjadi menjarah dan merusak alam. Banyak kebiasaan-kebiasaan kecil berdasarkan pertanda alam terkadang terlupakan. Alam dipercayai memiliki kekuatan yang luar biasa dalam memberi informasi kepada manusia tidak lagi diyakini.

Salah satu unsur alam yang sering diamati dan dipercayai adalah suara burung atau pertanda burung. Burung-burung sering dijadikan pertanda terhadap suatu kejadian yang akan dan sedang terjadi. Namun ini bukan “kabar burung”. Karena memiliki konteks yang lain. Suara burung-burung liar yang biasanya dipercayai; burung gagak, prenjak, dan truwok. Dari ketiga jenis burung tersebut memiliki “tugas” masing-masing dalam memberikan pertanda terjadinya sesuatu.

Burung gagak, biasa memberitakan kematian seorang tetangga atau orang di sekitar kita. Selain itu peran gagak juga memberikan berita akan adanya bencana wabah penyakit di suatu daerah. Boleh percaya atau tidak, burung ini memang dipercayai sebagai burung pembawa berita kematian. Bahkan menurut sejarah, burung gagaklah yang memberikan ilmu kepada Qobil untuk menguburkan Qabil akibat pembunuhan yang telah ia lakukan (keduanya merupakan anak Nabi Adam a.s.). Burung gagak pada waktu itu menunjukkan cara bagaimana paruhnya mengais tanah lalu menguburkan burung gagak lain yang telah mati dengan kakinya.

Burung prenjak memiliki “tugas” lain. Burung kecil yang suka berpasangan itu sering memberikan pesan lewat suaranya yang nyaring. Setiap kali akan ada tamu datang ke rumah, burung itu terus mengeluarkan suara khasnya dan berada di sekitar rumah. Pejantan seperti memberikan instruksi, sedangkan betinapun mengiringi dengan sahutan lainnya. Mereka tidak berhenti-berhenti dalam “menyuarakan beritanya”.

Burung truwok selalu bersuara nyaring memecahkan dinginnya pagi. Burung yang senang berada di gerumbulan bambu itu bersuara saat subuh menjelang. Seperti ada yang memberikan instruksi, truwok pun bersuara. Sepertinya burung tersebut tahu kapan subuh akan tiba. Burung yang suka mencari pakan ikan kecil itu kini sangat jarang dijumpai akibat kerusakan alam.

Begitulah burung-burung memberikan informasinya kepada mahkluk lain – manusia – akan waktu dan kejadian-kejadian lain. Tetapi kita sebagai menusia terkadang kurang peka terhadap apa yang telah “diisyaratkan” Tuhan kepada manusia melewati suara alam. Sebagai manusia, alam telah banyak memberikan kecukupan dan kesejahteraan. Bukan hanya dari segi ekonomi tetapi juga segi lain – informasi.

Burung-burung yang penulis sebut di atas kini sulit ditemui. Kerusakan lingkungan alam telah mengakibatkan keberadaan burung-burung tersebut kian terdesak. Kerusakan alam telah mempersempit area pencarian pakan “kaum” burung. Mereka kini semakin menjauh dari kehidupan manusia. Karena manusia dinilai tidak lagi “memberi keutungan” dan cenderung menghancurkan koloni mereka sedikit demi sedikit.

Oleh sebab itu, peran manusia dalam memelihara alam sangat ‘mutlak’ diperlukan. Manusia yang seharusnya menjadi kholifah yang baik di muka bumi justru menyebabkan kehancuran dan kerusakan alam. Akibatnya hewan-hewan liar semakin sulit dan jarang ditemui. Padahal mereka juga memiliki hak hidup dan memiliki hak asasi kehewanan (HAK). Agar semua sesuai keseimbangan alam. Bilamanakah burung-burung itu bisa bersua dan memberikan pertanda? Tanggung jawab kita, manusia, untuk mewujudkan itu semua.

*) Mahasiswa Jurusan Peternakan

Fakultas Agrokompleks

Universitas Muhammadiyah Malang


Artikel ini diterbitkan pada harian Surya, 24 November 2009