Rabu, 24 Februari 2010

Hutang Kita pada Kertas

Oleh : Achmad Prafitdhin
6/05/09

Kertas merupakan salah satu ciri kehidupan modern. Sejarah baru muncul dari selembar kertas. Sekarang ini pun anda membaca pada selembar kertas koran.
Barang mudah terbakar itu telah ditemukan bangsa China sekitar abad ke tujuh Masehi. Karenanya, banyak perubahan luar biasa pada kehidupan dunia. Sebelum ditemukannya kertas orang menulis di atas batu, pelepah kurma, daun lontar, bambu, kulit binatang, dan tulang. Namun, setelah terciptanya kertas kehidupan manusia berubah drastis. Orang bersekolah tidak lagi membawa batu tetapi cukup membawa selembar atau beberapa lembar kertas.
Menggambar, menulis, membuat kerajinan tangan, sertifikat rumah, akte kelahiran, ijazah, dan berbagai macam dokumen penting tercetak pada kertas. Oleh karena itu, kertas disebut multi manfaat.
Dewasa ini kertas semakin kurang dihargai oleh munculnya dunia maya, teknologi komunikasi, dan aneka macam perangkat elektronik serta multimedia. Kertas semakin terpinggirkan. Setelah dipakai, barang tipis itu hanya dibuang di tempat sampah atau sebagai bungkus menjual bumbu dapur oleh penjual sayur.
Koran, majalah, dan buku, setiap hari terbit. Setiap hari pula kertas dicetak dan dibuang ke dalam tempat sampah. Berapa banyak hutang kita pada kertas yang belum terbayar?
Bagaimana bisa membayar hutang, kalau uang kita saja terbuat dari bahan yang sama dengan dirinya - kertas. Tidaklah mungkin kita mampu membayar hutang pada kertas. Namun, ada cara mudah agar tidak terlalu banyak berhutang pada benda ringan itu, yaitu tidak menyiakan fungsinya. Barang mudah basah ketika terkena air itu dapat didaur ulang agar ‘pahala’ atas ‘pengorabanan’ dirinya tidak terputus.
Salah satu stasiun televisi swasta tanah air pernah mengangkat kertas dalam tema siarannya. Acara tersebut memunculkan satu pemerhati dan kelompok pecinta kertas di Yogyakarta. Kelompok yang sebagian besar anak muda itu mengolah kertas untuk dijadikan aneka kerajinan yang bernilai ekonomis tinggi.
Tugas kertas di bumi memang untuk kesejahteraan manusia. Demi terciptanya selembar kertas, kita harus menanam pohon Akasia. Setidaknya membutuhkan delapan tahun hingga pohon itu dapat ditebang untuk dijadikan selembar kertas baru. Kalaupun pembuatannya memakai jerami padi berarti kita harus menunggu tiga bulan. Belum lagi masa produksi yang bisa memakan waktu berbulan-bulan. Berapa energi yang dikeluarkan untuk menanam bahan pembuatnya? Menghemat satu lembar kertas berarti menghemat energi lain yang lebih besar.
Orang tidak akan menyodorkan halaman pengesahan skripsi di dalam komputer untuk ditandatangani. Kertas masih sangat diperlukan sampai saat ini. Sehingga janganlah mengabaikan fungsi kertas.
Kertas bisa lebih berharga dari apapun di dunia ini. Hidup mati seseorang bahkan bisa ditulis pada selembar kertas. Saat hakim menuliskan pidana hukuman mati seseorang pada sebendel kertas, berarti dia telah menuliskan nasib kehidupan orang tersebut.
Ketika Soekarno membaca teks proklamasi, dia terlebih dahulu menuliskannya di secarik kertas. Nasib mantan orang nomer wahid itu pun kalah dengan kertas. Kontroversi teks Supersemar yang ‘menjungkalkan’ pemerintahannya saat itu, tertulis pada secuil kertas. Bukan file di dalam komputer.
Besar pengaruh kertas untuk merubah keadaan. Merubah seseorang dari miskin menjadi kaya atau sebaliknya. Materai yang tidak lebih dari delapan sentimeter persegi dapat digunakan menggusur bangunan seluas satu juta meter persegi. Efek kertas memang dahsyat.
Sebagai bangsa yang bersejarah kita harus membayar lunas ‘pengorbanan’ kertas agar tidak sia-sia. Kertas sebenarnya adalah sejenis artefak di jaman prasejarah. Kertas telah menandakan perubahan keadaan dari jaman sejarah menuju multimedia.
“Dewa Internet” tidak seluruhnya baik dan kuat. Bahkan “Mbah” Google dan Yahoo masih kalah dengan kertas. Keduanya masih kalah tua dan pengalaman. Meskipun tidak bisa terbakar, mereka akan kalah dengan virus. Tidak demikian pada kertas yang tahan virus dan gangguan para hacker.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar