Kamis, 24 Juni 2010

Urgensi Pemakaian Pupuk Organik

Oleh : Achmad Prafitdhin

Kualitas tanah yang semakin buruk dikhawatirkan akan menekan produktivitas tanaman. Hal tersebut mendorong DR Indah Prihartini, dari Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Malang, melakukan sosialisasi di Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, yang bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) setempat mengenai pemanfaatan kotoran ternak sebagai pengganti pupuk kimia atau yang sering disebut Bokasi (Bahan Organik Kaya Akan Sumber Hayati).

Sebelum melangkah lebih jauh yang perlu diketahui pembaca, bahwa pada dasarnya semua kotoran ternak dan limbah dari bahan organik mampu didegradasi (dirombak) oleh bakteri. Di alam terdapat banyak bakteri yang mampu mendegradasi bahan-bahan komplek menjadi bahan yang lebih sederhana sehingga mampu diserap oleh tanaman. Sebagai contoh, bakteri Rhizopus oligosporus mampu merombak asam pitat yang terdapat di bekatul, sehingga kandungan Ca dan P pada bekatul semakin meningkat. Bakteri selulolitik mampu merombak selulosa dan lignolitik yang mampu merombak lignin (lapisan kaca) pada tanaman padi, jagung, dan tebu sehingga mudah hancur.

Sosialisasi pembuatan Bokasi pada para petani sangat penting. Mengingat akhir-akhir ini harga pupuk yang semakin mahal dan sering terjadi kelangkaan. Alternatif yang muncul salah satunya adalah membuat pupuk organik sendiri. Dalam penyampaian materinya, Indah menyatakan, bahwa pupuk organik dapat menggantikan pupuk kimia hingga 30%. Kenyataan bahwa hasil panen akan relatif menurun pada panen pertama bisa saja terjadi. Namun setelah dua kali panen akan kembali pulih dan bahkan cenderung meningkat.

Memang, sifat pupuk organik tidak dapat langsung secara cepat diserap oleh tanaman layaknya pupuk kimia. Pemberian harus bertahap, hingga menghasilkan pH 7 (tingkat keasaman yang netral). Pengetesan dengan mudah dan murah bisa menggunakan kertas lakmus yang banyak dijual di toko-toko pertanian atau apotek. Jika warna merah menunjukkan warna yang cenderung kearah pH asam sedangkan biru mennunjukkan pH basa.

Kelebihan penggunaan pupuk organik adalah memperbaiki dan memulihkan struktur tanah yang semakin asam karena terus menerus diberi pupuk kimia. Hal itu ditunjukkan dengan ikatan air yang berada di antara butiran tanah. Air pun semakin lama mampu tersimpan dalam tanah. Sehingga pH netral bisa didapatkan.

Banyak macam biakan bakteri starter yang biasa digunakan para petani untuk membuat Bokasi. Antara lain yaitu EM4, Starbio, Super Degra dan lain-lain. Jenis tersebut pun sangat banyak tersedia di toko-toko pertanian. Melalui starter tersebut pembuatan Bokasi semakin cepat.

Pada proses normal, kotoran ternak mampu terurai secara sempurna yang ditandai dengan tidak berbau, berwarna gelap, dan jika dipegang tidak menggumpal. Waktu normal tanpa perlakuan sampai 4-6 bulan. Namun dengan menggunakan bakteri starter, pupuk organik dapat diperoleh dalam waktu kurang dari satu bulan, bahkan dengan produk yang diteliti oleh Indah yang kini belum diperjual belikan secara luas dipasaran, pupuk bokasi bisa diproduksi dalam waktu 6-9 hari.

Bahan pembuatannya pun hanya mengandalkan limbah ternak dan pertanian, seperti kotoran ternak, jerami padi, daun-daun kering, tetes tebu (molasses) atau dapat diganti gula merah/aren, kapur tohor dan sekam gergaji. Dengan kita mau membuat kompos sendiri maka akan mengurangi ketergantungan pupuk kimia.

Kita ketahui bersama bahwa pupuk kimia dalam waktu lama juga akan berbahaya bagi tanah karena semakin maracuni tanah. Tanaman yang seharusnya menjadi subur tidak sulit berkembang. Menurutnya doktor UMM tersebut, karena tanaman semakin sakit ketika ditambahkan pupuk kimia. Disamping itu subsidi pupuk kimia oleh pemerintah pada tahun 2010 ini dikurangi hingga 6,2 triliun, jika dibandingkan dengan 2009 Dampak pengurangan subsidi pupuk kimia pun akan semakin mencekik para petani. Oleh karena itu, penggunaan pupuk organik sangatlah urgen sehingga memang seharusnya dipercepat demi struktur tanah dan kelangsungan hidup tanaman, yang pada ujungnya untuk membantu para petani dalam mengatasi masalah pupuk.

Artikel ini telah diterbitkan Majalah Sinar Tani pada tanggal 13 April 2010.