Senin, 22 Maret 2010

Globalisasi dan Jati Diri Bangsa

Oleh: Achmad Prafitdhin*)

Bangsa besar adalah bangsa yang memiliki jati diri luhur dan beradab. Sopan dalam bertingkah laku dan santun dalam bertutur kata.

Tidak demikian halnya saat globalisasi layaknya sekarang ini. Jati diri bangsa yang konon beradab, berbudi pekerti luhur, sopan santun dan kekeluargaan hilang seiring munculnya jaman global. Jaman ini telah merusak kepribadian sebagian besar generasi penerus bangsa.

Salah satu korban dampak globalisasi adalah anak muda, yang kini cenderung arogan, sombong, dan mau menang sendiri. Mereka menjadi kurang sopan kepada orang tua dan guru. Kekhawatiran itu terus diperparah oleh munculnya berbagai kejadian tawuran antar pelajar. Tawuran yang terjadi di mana-mana merupakan salah satu indikasi rusaknya moral generasi muda penerus bangsa.

Siapa yang bersalah oleh banyaknya tawuran antar sekolah dan antar pelajar itu? Peran orang tua dan guru menjadi pertaruhan layaknya sebuah kartu domino. Tidak dijatuhkan kalah, dijatuhkan pun juga akan kalah.

Demokrasi cenderung menghilangkan sifat gotong royong yang telah lama tertanam pada jiwa bangsa ini. Demokrasi lebih mementingkan golongan sendiri tanpa sedikit pun memikirkan pihak lain.

Semua orang seakan lupa atau malu dengan musyawarah. Mereka lebih senang memutuskan masalah dengan suara terbanyak atau voting. Siapa yang memiliki jumlah anggota yang banyaklah menjadi pemenang. Jika para pendiri bangsa dahulu membuat negara ini dengan musyawarah, sekarang ini menjadi tidak lagi demikian. Banyak orang semakin suka memaksakan kehendaknya kepada orang lain.

Musyawarah yang sekian lama tertanam pada jiwa luhur bangsa Indonesia, kini menghilang tersapu dan tergerus oleh ombak golbalisasi. Rapat lebih memutuskan masalah melalui jalan demokrasi, tanpa lagi mementingkan musyawarah.

Bangsa yang terkenal ramah dan berjati diri luhur luntur oleh keadaan. Demo anarkhis terjadi dimana-mana. Masyarakat tidak lagi percaya kepada para ulama dan pemimpinnya. Mereka cenderung memercayai uang dan kedudukan.

Merunut kebalakang oleh banyaknya kejadian yang jauh dari jati diri bangsa. Informasilah yang seharusnya banyak disalahkan. Peran media massa akan menjadi pertaruhan. Media massa harus bertanggungjawab atas rusaknya moral dan jati diri bangsa, selain memberi informasi, media massa seharusnya mampu menciptakan berita yang berkarakter dan bertanggungjawab. Tanpa harus menciderai jati diri bangsa yang telah mengakar kuat, namun hal ini kini mulai pudar seiring kebebasan.

Solusi yang mampu memperlambat laju penggerusan moral kepribadian dan jati diri bangsa adalah dengan terus menanamkan jiwa nasionalisme di segala bidang. Mulai cinta produk dalam negeri, kesenian dan budaya, bahasa, dan yang harus menjadi titik kulminasi adalah Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dengan jati diri yang berkarakter luhur. Media massa tentunya sebagai transformator bagi terciptanya keadaan ini. Agar jati diri bangsa dengan jiwa luhur kembali pulih dari penyakit kronis yang mulai menggerogoti setiap organ tubuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar