Senin, 22 Maret 2010

Bahasa Manusia

Oleh : Achmad Prafitdhin*)

Bahasa manusia sangatlah beragam. Menurut Ferdinand de Saussure seorang sarjana linguistik Swiss pada awal abad ke- 20 mendefinisikan bahasa sebagai sistem isyarat. Sedangkan John B. Carol juga meninjau bahasa dari sudut linguistik yang merupakan sistem bunyi vokal berstruktur dan urutan-urutan bunyi. Selain itu masih banyak ertikulasi bahasa menurut ahli-ahli bahasa seperti bahasa adalah tabiat, sintesis bunyi, dan lambang petuturan.

Seperti halnya arti bahasa sendiri, bahasa pun berkembang bersama perkembangan manusia dalam masyarakat. Sehingga kosakata pun tidak akan pernah berkurang, justru semakin bertambah seiring pemikiran dan perkembangan manusia.

Bahasa – verbal – tercipta dari suatu kesepakatan manusia. Sedangkan bahasa tubuh dibawa manusia sejak lahir sebagai karunia Tuhan yang bersifat alamiah dan insting. Pokok bahasa berawal dari semenjak manusia dilahirkan.

Sejak kelahiran seorang bayi pun bahasa telah muncul mengiringi, yaitu bahasa tangisan. Saat bayi, bahasa yang muncul hanya tangisan. Rasa lapar, haus dan setelah buang air, sakit dan keadaan yang menyebabkan dia tidak merasa nyaman akan disusul dengan tangisan.

Saat tangisan tidak muncul dari mulut seorang bayi, dokter akan segera mengambil tindakan dengan menjungkir bayi (kepala berada dibawah) hingga ia menangis. Karena mengingat pentingnya seorang anak manusia ketika baru dilahirkan menangis untuk menyambut dunia, salain itu agar orang disekelilingnya mengetahui keadaannya meskipun sangat minim.

Di usia batita (bawah tiga tahun), seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh bayi, bahasa pun ikut berkembang. Bahasa yang semula menggunakan bahasa tangisan berangsur-angsur berkembang dengan mengenal bahasa lain; bapak, ibuk, maem, mimik, dan tertawa. Tertawa adalah salah satu bahasa tubuh anak yang harus dipahami. Tertawa si anak mencerminkan bahwa ia merasa nyaman, bahagia dan senang oleh orang yang berada di sekitarnya.

Menginjak usia tiga tahun kosakata anak mulai bertambah. Penyebutan kata-kata mulai jelas. Tidak lagi seperti ketika masih usia batita. Bahkan ia mulai mampu merangkai sebuah kalimat. “Ibuk maem tempe ” atau “Ibuk mimik susu”. Bahasa yang digunakan semakin komplek dan beragam beriringan dengan pertambahan umur.

Di umur lima tahun, mengharuskannya mampu berbicara dengan baik, meskipun masih belum jelas karena cedhal. Tetapi bahasanya terus berkembang. Ia bisa meminta bantuan, mengungkapkan rasa sakit yang dideritanya, dan bercerita atas apa yang telah dilakukan saat di sekolah.

Usia terus bertambah. Pengetahuan pun semakin memperkaya pemikiran. Seiring perkembangan pendidikan di sekolah; SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Bahasa yang digunakan bukan hanya bahasa ibu. Bahasa Inggris, Mandarin, Jepang, Arab, dan lain sebagainya. Bahasa yang saat bayi dan kanak-kanak tidak pernah diketahui kini mulai dipelajari dan dipraktekkan.

Semakin bertambahnya umur dan tingkat pendidikan, semakin berkembang pula ragam kosakata yang dimiliki. Terkadang menjadikan seseorang sering kali merangkai kata dan bermain kata-kata.

Seiring dengan proses belajar aneka ragam bahasa verbal, manusia juga belajar tubuh. Namun bahasa tubuh biasanya muncul begitu saja, tanpa ada proses belajar. Itu adalah insting berbahasa yang dimiliki manusia.

Pengungkapan sesuatu terkadang tidak membutuhkan bahasa verbal, namun hanya dengan pandangan mata, senggolan tangan, anggukan kepala, tepukan tangan, dan mimik wajah dan tubuh. Bahasa tubuh sangat terlihat pada orang tuna wicara. Mereka belajar menggunakan sisi lain dari tubuhnya – mulut – untuk tetap bersosialisasi dengan manusia lainnya. Tidak ada batasan bahasa pada untuk tidak bersosialisasi sesama manusia. Semua akan diterima di masyarakat dengan sisi baik dan buruknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar