Minggu, 21 Maret 2010

Debat

Oleh : Achmad Prafitdhin
17/08/09

Akhir-akhir ini banyak acara televisi yang menampilkan dua sisi yang berbeda. Perbedaan tersebut ditampilkan dalam sebuah acara debat. Moderator bertindak sebagai penengah manakala debat tidak berujung. Selain menghindari debat kusir tanpa pangkal.
Terlebih, sangat jelas perdebatan antar kubu tim sukses pilpres di televisi beberapa waktu lalu. Tiga tim sukses diundang, di dudukkan dalam satu “meja”. Semua mencoba mengungkapkan pernyataannya. Lainnya menyanggah dan berargumen. Sorak penonton pun menambah semangat dalam perdebatan tersebut.
Debat menurut Wikipedia merupakan “kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan”. Sehingga esensi dari debat adalah munculnya solusi dan bukan masalah baru.
Sama seperti halnya tim kampanye. Calon presiden pun tak kalah ketinggalan. Mereka beradu “nyali” dalam acara yang sama. Debat Capres. Walaupun Presiden Indonesia telah terpilih namun banyak pelajaran yang dapat diambil dari debat mereka beberapa waktu lalu. Sehingga rakyat tahu bahwa para pemimpinnya sebenarnya akur-akur saja.
Manusia biasa menyalurkan argumentasi dan pemikirannya melalui debat. Itulah yang membedakan manusia dengan binatang. Kalau binatang menyelesaikan masalah dengan kekerasan dan saling bunuh. Sedangkan manusia yang memiliki akal budi melakukannya dengan debat. Meskipun kadang juga tidak terkontrol dengan baik.
Di rumah kost pun penulis juga tak jarang melakukan debat dengan teman. Semua demi mengasah cara berbicara, berfikir, dan menjaga emosi di depan umum atau setidaknya di lingkup kecil yaitu rumah. Dengan terasahnya tiga hal tersebut akan lebih membuat kita cerdas dan produktif serta bertindak cepat.
Memang, perbedaan tidak dapat disatukan. Tetapi dapat disamakan dalam hal persepsi, keinginan dan tujuan. Salah satunya berawal dari sebuah perdebatan. Namun, penulis tidak mengatakan bisa diidentikkan.
Sejak jaman Yunani dan Romawi kuno, para filsuf dan pemikirnya telah melakukan debat untuk melakukan tukar pikiran. Salah satunya adalah Aristoteles. Ia menggunakan pendekatan pemecahan masalah dari pada saling olok dalam debat. Ilmu pun berkembang dengan sempurna tanpa batas-batas.
Debat bisa dianggap baik jika dalam batas-batas kewajaran. Tetapi akan menjelma dalam keburukan ketika masing-masing pihak kukuh pada “pemikiran sempitnya”. Tujuan debat sendiri, mencoba mengaitkan perbedaan satu dengan yang lain. Dari perbedaan tersebut akan muncul solusi.
Jiwa besar akan muncul dari debat. Salah satu pihak menerima pendapat pihak lain. Pihak lain pun dengan legowo bisa menerima dan saling koreksi. Sehingga debat bukan seperti oleh raga tarik tambang.
Dalam tarik tambang, tim tidak akan menang jika belum menjatuhkan pihak lawan. Sebenarnya esensi debat bukan seperti itu. Tidak di tarik ke kanan ataupun ke kiri. Debat bukan hal keroyokan seperti itu. Mana yang banyak teman akan menang. Melainkan agar bisa menempatkan sesuai tempatnya masing-masing.
Kalaupun banyak disaksikan di acara televisi masih seperti “permainan tarik tambang”. Hal itulah yang seharusnya diubah dan diluruskan. Pendidikan debat dengan menjunjung tinggi perbedaan pendapat patut dihormati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar